Ada Monster di Kamarku!

“Di kamarku ada monster!”

Ruri berteriak ketakutan sambil berlari menuju kamar kedua orang tuanya. Ibu yang sedang tertidur lelap langsung terbangun mendengar teriakan Ruri. Ibu memeluk Ruri yang menggigil ketakutan.

Meski pelukan Ibu begitu hangat, Ruri belum bisa menghentikan tangisnya. Bibirnya sulit terbuka untuk bercerita.

Padahal semua masih terbayang jelas di ingatan Ruri. Mulai suasana kamarnya yang menyeramkan, suara monster yang berulang kali terdengar di kamarnya, hingga sentuhan tangan monster di kakinya.

Saat itu hari memang masih gelap. Cahaya bulan purnama sesekali masuk melalui jendela kamar Ruri yang tirainya tersibak angin yang entah datang dari mana.

“Ibu, aku mau tidur di kamar Ibu saja. Boleh ya, Bu?” pinta Ruri masih menangis terisak.

Sebenarnya Ibu tidak ingin mengizinkan Ruri tidur di kamar Ibu dan Ayah. Ruri sudah besar. Dua bulan lagi usianya sudah 8 tahun. Kemarin Ruri juga sudah berjanji untuk tidur di kamarnya sendiri setelah Ibu dan Ayah menepati janji kepada Ruri untuk membelikan sepeda baru.

***

Malam berikutnya, Ruri menepati janjinya. Meski masih takut, Ruri mau kembali mencoba tidur di kamarnya sendiri.

“Ibu, temani aku dulu ya sampai aku tertidur,” pinta Ruri.

“Iya, tapi sebentar saja ya. Ibu juga sudah mengantuk. Memang kenapa sih harus Ibu temani dulu?”

“Kalau ada Ibu, monsternya tidak berani datang dan menggangguku. Tapi kalau Ibu sudah pergi, monsternya datang!”

“Oh ya? Monsternya pasti takut sama Ibu karena Ibu orang yang pemberani dan selalu berdoa sebelum tidur .”

“Iya! Aku juga mau jadi pemberani seperti Ibu. Nanti kalau monsternya pegang kaki aku lagi, aku mau tangkap.”

Malam makin larut. Ruri akhirnya tertidur. Ibu pun pergi kembali ke kamarnya setelah mencium kening Ruri dan mengucapkan selamat malam.

Awalnya Ruri tidur dengan nyenyak. Sampai-sampai, Ruri tidak terbangun ketika Ibu tidak sengaja menutup pintu kamar Ruri dengan suara yang kencang.

Tapi menjelang tengah malam, saat jarum pendek pada jam dinding menunjuk angka 12, Ruri tiba-tiba terbangun. Ada monster di kamarnya!

Kali ini monster tidak berbisik di telinganya atau memegangi kakinya. Monster menggigit punggung Ruri. Rasanya sakit sekali sampai Ruri tidak bisa kembali memejamkan mata.

Ia penasaran ingin menangkap monster yang mengganggunya setiap malam. Tapi sebenarnya Ruri masih takut. Meski tanpa berteriak, akhirnya ia kembali ke kamar Ibu dan Ayah.

***

“Tadi malam monsternya datang lagi, Bu! Dia gigit punggung aku, sakit sekali!” ujar Ruri sambil menghabiskan sarapan dengan roti bakar isi coklat kesukaannya.

“Wah, monsternya banyak sekali dong? Ada yang pegang kaki kamu, ada yang bisikin kamu, dan sekarang ada yang menggigit punggungmu.”

“Humm, aku nggak tahu, Bu. Mungkin monsternya memang banyak, mungkin juga cuma satu tapi bisa pindah-pindah tempat!”

“Atau mungkin juga monsternya nggak ada!” ujar Ibu sembari tersenyum menggoda Ruri.

***

Malam harinya, Ruri kembali mencoba tidur sendiri di kamarnya. Ibu masih menemaninya tidur sebentar. Meski Ruri terbiasa tidur dalam gelap sejak bayi, tapi Ruri meminta Ibu untuk menyalakan kembali lampu kamarnya kalau ia sudah tertidur.

“Nanti kalau aku sudah tidur, lampunya dinyalakan lagi ya, Bu.”

“Loh, memangnya kenapa? Kamu kan biasa tidur dalam gelap biar tidurnya lelap.”

“Soalnya kalau terang aku bisa lihat ketika monsternya datang gangguin aku. Kan, jadi gampang nangkapnya.”

Setelah Ruri tertidur, Ibu pun pergi meninggalkan Ruri seorang diri di kamarnya. Tidak lupa, Ibu menyalakan kembali lampu kamar Ruri.

Lewat tengah malam, Ruri masih tidur nyenyak. Tapi ketika menjelang waktu Subuh, sekitar jam 4 dini hari, Ruri terbangun. Kali ini Ruri bukan terbangun karena diganggu monster seperti malam-malam sebelumnya. Ia terbangun karena AC di kamarnya terlalu dingin.

Saat hendak mematikan AC, Ruri mendengar kembali suara monster yang menyeramkan. Kali ini suaranya terdengar jelas sekali. Tapi karena kamar Ruri diterangi cahaya lampu kamar, Ruri tidak langsung berteriak ketakutan seperti malam sebelumnya.
Ruri memberanikan diri untuk mencari sumber suara menyeramkan itu.

Setelah berkeliling mencari di setiap sudut kamarnya, Ruri akhirnya menemukan sumber suara menyeramkan itu. Tapi Ruri justru tertawa terbahak-bahak.

Suara tawa Ruri yang memecahkan keheningan malam membuat Ibu yang sudah bangun menghampiri Ruri di kamarnya.

“Kenapa kok Subuh-subuh kamu ketawa kencang sekali begitu? Monsternya sekarang kelitikin perut kamu yaa?” ujar Ibu menggoda.

“Ternyata suara menyeramkan yang kemarin aku dengar itu bukan suara monster, Bu! Tapi suara AC kamarku tuh coba Ibu dengar.”

“Oh iya. Mungkin kipas AC di dalamnya ada yang rusak jadi suaranya menyeramkan seperti monster. Besok Ibu panggil tukang AC deh. Eh, tapi kalau yang pegang kakimu itu monster bukan?”

“Yang pegang kaki aku itu ternyata selimut aku sendiri yang membelit kakiku. Tapi karena kamarnya gelap jadi aku sudah keburu takut duluan deh. Soalnya pas bangun tidur tadi aku lihat kakiku terlilit ujung selimut.”

“Terus kalau yang gigit punggung bukan monster?”

“Kalau itu aku belum tahu, Bu. Apa jangan-jangan beneran ada monster di kamarku ya?” tanya Ruri keheranan.

Pagi hari saat Ruri merapikan tempat tidurnya, Ruri akhirnya menemukan monster yang menggigiti punggungnya. Ia lalu buru-buru membawa monster itu untuk ditunjukkan kepada Ibu.

“Bu, ini dia monster yang menggigiti punggungku!”

Ibu yang sedang memasak tertawa ketika melihat monster yang dibawa Ruri. Ternyata monster yang dibawa Ruri adalah semut berwarna hitam bertubuh sedikit besar dibanding semut lainnya. Biasanya semut itu disebut Semut Bako. Gigitannya memang menyakitkan sekali.

“Ih, monsternya imut banget! Ibu juga takut kalau digigit, pasti sakit. Monsternya naik-naik ke kasur pasti karena ada sisa makanan di kasurmu. Hayoo, kamu masih suka membawa camilan dan roti bakar isi coklat ke dalam kamarmu kan?”

Ruri pun tersenyum malu. Ia berjanji akan rajin membersihkan kamar dan tempat tidurnya supaya si monster imut tidak kembali menggigitnya. (Yusti Nurul Agustin)

Tinggalkan komentar